Minggu, 22 April 2012

Tinggal Nama

Upacara Senin itu berlangsung khidmat. Dengan dinaikkannya sang saka merah putih ke puncak tertinggi pertanda perjuangan para pahlawan tak sia-sia. Disambung amanat dari pembina upacara tentang perbaikan mutu sekolah dan ditutup dengan pembacaan doa. Semua berlangsung biasa. Kecuali yang terjadi setelahnya.

Setelah barisan dibubarkan, semua siswa beranjak dari tempat mereka berdiri dan mulai memasuki kelas masing-masing. Ada sedikit waktu tersisa yang dimanfaatkan untuk mendinginkan diri dari hawa panas yang menyengat pada saat upacara. Tak lama kemudian guru-guru mulai berjalan memasuki ruang kelas untuk mentransfer ilmu yang dimiliki pada bibit muda penerus generasi bangsa.

Di ruang paling ujung, dibarisan bangku paling belakang terlihat seorang  gadis sedang sibuk sendiri. Disaat semua perhatian tertuju pada penjelasan tentang teorema faktor, ia malah sibuk membongkar-bongkar tasnya. Mukanya gelisah, tangannya masih mengeluarkan barang-barang yang ada didalam tasnya.

            “Aduh..mana ya?” Ia masih merogoh isi tasnya.

            “Perasaan tadi bawa deh,” gumamnya lagi.

            “Apa sih, Ni?” Tanya teman sebangkunya.

            “Laptop!” Serunya.

            “Kenapa laptopnya?” Tanya temannya lagi.

            “Gak tau nih. Tadi pagi masih ada di tas, abis upacara udah gak ada.”

            “Hah? Yang bener aja?” Oni hanya mengangguk. Kini mereka berdua semakin ribut dan memancing gurunya unutuk menegur anak didiknya.

            “Oni, Lia, kenapa kalian ribut daritadi?” Hardik Bu Rahma.

            “Laptop Oni hilang, Bu!” Lapor Lia.

Lalu Oni pun menceritakan detail kejadiannya. Ia juga langsung menelpon orang tuanya dirumah memastikan bahwa dia benar-benar membawanya. Diseluruh penjuru rumah, baik di kamar, di lemari, di tempat tidur, di ruang tamu, di meja maka, di meja belajar, di keluarga, di dapur, di kolong-kolong, bahkan dibelakang pintu sudah diperiksauntuk hasil yang sia-sia. Suasana kelas berubah dari serius menjadi riuh.

Sekarang semua sibuk mencari. Oni benar-benar lemas kali ini. Dia tidak tau harus bersikap bagaimana. Barang itu belum sepenuhnya ia miliki. Ia baru memegangnya selama sembilan bulan dengan tagihan yang harus dibayar hingga setahun. Dan kini ia harus membayar sesuatu yang tidak ia miliki lagi. Upacara Senin itu menjadi pemutus hubungannya dengan barang miliknya yang berharga. Pikirannya melayang jauh ke angkasa. Raganya hanya terdiam ditempat.

            “Oni!” Lia mengguncang tubuh Oni.

            “Iya,” jawabnya lemas.

            “Tuh polisi datang! Temuin sana, mereka minta keterangan dari kamu.” Lia mendorong Oni kehadapan para polisi. Setelah meminta keterangan dari korban, lelaki-lelaki gagah itupun mulai memeriksa ruangan untuk penyelidikan. Oni hanya bisa terdiam menyaksikannya.

Ia masih tak habis pikir bagaimana benda sebesar itu bisa lenyap dalam penjagaan di lingkungan sekolah. Apalagi para guru yang menghampirinya mengatakan bahwa mereka selalu melihat keadaan sekitar selama upacara berlangsung. Oni salut pada pencuri yang bisa lolos dari ketatnya penjagaan sekolah, pastinya sang pencuri sudah tau seluk beluk sekolah ini. Ia juga salut pada seseorang yang berani mencuri. Ia sudah banyak melanggar norma yang berlaku. Norma agama sudah pasti, mencuri adalah perbuatan tercela yang akan dikenai dosa.  Lalu norma kesopanan, karena ia sudah mengambil barang milik orang lain tanpa izin pemiliknya. Dan ia juga melanggar norma hukum, karena mencuri adalah perbuatan yang melanggar hukum di negara ini.

Siangnya Oni memberanikan diri pulang ke rumah dengan muka yang cukup resah. Apa kata orangtuanya tentang kejadian ini. Apakah Oni juga hanya akan tinggal nama seperti laptopnya. Keringat dingin membasahi sekujur tubuh Oni. Dan seperti yang sudah dibayangkan, orang dirumah menyambutnya dingin. Oni hanya pasrah saat itu, karena memang dia yang salah membawa laptop itu hingga tinggal nama.

 Ini pelajaran buat Oni untuk selalu menjaga barang miliknya. Walaupun dilingkungan yang dirasa cukup aman. Oni berjanji untuk menjaga semua barang miliknya yang masih ia miliki. Kini ia harus menerima kenyataan pahit untuk membayar tagihan pada saat barangnya sudah tiada.



4 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar