Sumpah! Aku gak pernah sekalipun
kepikiran kalo hal ini bakalan terjadi dalam hidup aku. Tragedi seperti ini
sering banget diputar di sinetron ataupun di film, tapi tak terbesit sedikitpun
aku akan mengalaminya. Tuhan, aku gak tau apa yang aku alami sekarang, aku gak
bisa bayangkan kenapa ada kejadian seperti ini.
Mungkin aku patut membenci dia karna
mencintaimu
Jujur ku katakan aku tak rela dia jadi
milikmu
Akhir-akhir ini aku memang tak terlalu
sering bertukar kabar dengan Dirga. Jika biasanya hampir setiap hari dengan
puluhan pesan, kini seminggu sekalipun sulit dilakukan karena alasan kesibukan
masing-masing. Aku mengerti jika Dirga selalu membalas pesanku dengan kata-kata
yang terlalu singkat, karena aku juga memosisikan diriku jadi dirinya dengan
seabrek kegiatan sekolah ataupun kegiatan penunjang hobinya. Dan aku juga
berharap Dirga juga bisa memosisikan dirinya jika aku kelewat singkat membalas
pesannya dengan hanya menggunakan kata O dan Y.
Tapi sepertinya terdapat kejanggalan di
hatiku, ah mungkin cuma perasaan. Aku harap aku salah mengartikan perasaanku
ini. Tapi benarkah perasaan bisa berdusta? Bukankah perasaan adalah cerminan
hati dan cermin selalu memantulkan apa adanya tanpa ada yang ia tambah maupun
yang ia tutupi.
Yang ku tau saat ini Dirga lagi
giat-giatnya bersay hello sama Vira. Salah satu kebiasaan burukku adalah jika
aku meminjam handphone milik seseorang yang sudah aku kenal dekat, maka tanpa
ragu media pertama yang aku tuju adalah inbox. Tanganku tanpa diperintah bisa
langsung cepat menekan keypad membuka apa yang menjadi kebiasaanku.
Seperti pada telepon milik Vira, aku tak
pernah ragu untuk membuka inboxnya. Untungnya Vira jarang keberatan dengan
tabiatku itu. Sayangnya semakin lama aku berada pada media itu, aku juga merasa
ada suatu perasaan yang semakin lama semakin membuat jantungku sempit hingga
membuat aku kesulitan bernapas. Banyak banget pesan masuk dari Dirga dengan isi
yang begitu menarik, 180 derajat berbeda ketika ia membalas pesan-pesanku. Aku tak
pernah bertanya kenapa stylenya begitu berbeda ketika ia bersamaku
dan ketika ia bersama Vira. Entah karena aku malas bertanya atau karena aku
takut mendengar jawaban yang bakal terlontar dari keduanya.
Kuakui, aku memang merasakan suatu getaran
yang tidak biasa. Hatiku sesak hebat namun wajahku masih mampu
menyembunyikannya. Aku memejamkan mataku dan menarik napas dalam-dalam setiap
aku akan membaca pesan-pesan tersebut. Mungkin Vira tak pernah memerdulikanku
ketika ku meminjam gadgetnya. Mungkin karena terlalu sering hingga ia tak
mengubrisnya lagi, atau ia terlalu sibuk dengan urusannya yang lain hingga ia
tak tau aku sudah mengambil alih hp-nya. Perasaan cemburu mulai menggerogoti
hatiku.
Aku sangat mengenalmu, aku juga cintaimu
Namun kau tak pernah ada pengertian
Ku senang ku sedih kau tak mau tau
Aku sangat mengenalmu, dulu kau tak
begitu
Kau bintang dihatiku jadilah yang ku mau
Ku senang ku sedih kau ada denganku
Mungkin lima tahun tidak cukup untuk
mengenali karakter seseorang. Ini tahun keenam aku dan Dirga saling kenal, tapi
masih saja kami tak saling mengenal. Seperti yang terjadi sekarang.
Percakapan dimulai dengan mengirim
kata-kata mutiara yang ku forward dri temanku tak lama ia membalasnya, tak
seperti biasanya. Padahal ia selalu bilang kalau dia tak pernah membalas send
all-an.
“Kata-kata sendiri atau ngutip tuh?”
“Ngutip, hehe, lagi apa?” balasku cepat
“Lagi galau, haha”jawabnya
“Galau kenapa?” aku bertanya serius
“Udah lah, sifat childish aku lagi
muncul”
“Emang ada apa sih?” ia selalu membuatku
penasaran
“Aku udah gak ada apa-apa lagi sama
Vira. Itu masalahnya,” aku cukup kaget membaca pesannya, apalagi pada kalimat
pembukanya.
“Emang selama ini ada apa sama Vira?’
rasa penasaranku mencapai titik klimaks.
“Sudahlah, tinggal kenangan.”
“Kamu nih kenapa sih? Aku cukup puas
selama ini jadi orang yang gak tau apa-apa tentang temannya sendiri.”
Tak dibalasnya, aku tunggu dari pagi
hingga sore namun tak ada namanya dalam daftar pesan masuk. Akhirnya aku coba
untuk menghubunginya. Namun aku masih belum puas dengan jawabannya. Ia hanya
membolak-balik pertanyaanku, membawanya ke topik lain, tapi tak berniat untuk
menjawab.
Tidurku tak tenang malam itu. Entah kenapa
kau memikirkannya yang mulai menutup diri dariku. Biasanya ada saja yang dia
sampaikan padaku, mulai dari hal kecil sampai pada hal-hal yang besar. Kini ia
bagai bersembunyi. Kurasa ia memang bersembunyi dari perasaannya. Perasaannya pada
Vira yang mungkin belum bisa ia ungkapkan secara gamblang namun sudah tersirat
dari setiap pesannya yang masuk.
Esokknya ku coba tanyakan pada Vira. Ia hanya
menunjukkan telponnya, isyarat agar aku membaca pesan masuknya. Aku hanya bisa
terpaku, tanganku memainkan tombol-tombol keypad untuk mengetahui
kelanjutannya. Yah hatiku sedang biru, teman. Dirga telah menyatakan
perasaannya pada Vira. Tapi setelah itu ia mengucapkan selamat tinggal, entah
apa maksudnya.
Tanpa sengaja bibirku mengucap, “Kamu
tuh udah buat aku…”
‘Teng..teng..teng..’ bel sekolah
berbunyi, aku bergegas menuju kelasku meninggalkan Vira dengan kata-kata yang
tak sempat ku lanjutkan. Yaa…jika dipikir-pikir ini ada baiknya. Walau sakit,
tapi aku tau kenyataannnya. Aku tak perlu lagi menunggu Dirga dengan sejuta
ketidakpastian. Aku hanya perlu melepaskannya dari hari-hariku, aku hanya
tinggal membiasakan diri. Semoga aku bisa melakukannya
Untuk Dirga dan Vira, terimakasih karena
membuatku benar-benar merasakan arti persahabatan dan cinta bersatu dalam
gejolak emosi remaja.
Sekarang aku tersadar
Cinta yang ku tunggu tak kunjung datang
Apalah arti aku menunggu bila kamu tak
cinta lagi
20 Nov 2011 dan 23 Apr 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar