Selasa, 17 November 2015

Perihal Persahabatan

Semakin bertambah usia, semakin sulit mencari sahabat yang sesungguhnya. Semakin banyak permasalahan hidup, semakin sulit kita bercerita. Bukan lagi soal mereka yang menemani hura-hura, tapi kini siapa yang masih bertahan kala duka melanda.Kehidupan memang normalnya seperti roda yang berputar, kadang merasa setinggi langit padahal masih menginjak tanah, kadang pula merasa seperti jatuh ke dalam kubangan tak bisa bergerak padahal masih berputar. Sahabat, bukan saja ia yang menemanimu melayang tapi yang juga mampu menarikmu kembali ke bumi mengingatkan kau terlalu jauh melangkah.

Sebagai seseorang yang memang dari dulu sulit bergaul dan menerima perubahan, persahabatan adalah hal sakral yang harus dijaga. Bagai raga yang menjaga ruh agar ia tak keluar sekenanya. Aku menjaga arti persahabatan agar tak ternoda, bahkan rela membiarkan diriku terluka. Mungkin kalian menganggapnya berlebihan, tapi aku benar-benar melakukannya karena aku sadar aku bukanlah orang yang mudah mendapatkan perhatian orang lain. Berkali-kali aku melakukannya, tapi tak ada yang benar-benar ada di hidupku. Sebentar datang lalu tak lama pergi. Diriku hanya persinggahan yang sudah lusuh, mungkin tak ada lagi yang mau berhenti disini.

Mereka bilang kau bisa jadi dirimu sendiri di depan sahabatmu, dan aku belum sepenuhnya menunjukkan diriku. Aku ingin bercerita tenang apa saja yang ada dalam kepalaku tanpa ditertawakan, aku ingin membagikan kesenanganku tanpa dihakimi, aku ingin menyandarkan kepalaku kala tak mampu menampung kesedihanku.

Aku egois, meminta sesuatu yang tak ada, tak pernah menyadari yang selalu ada.

Senin, 16 November 2015

Sekelumit Kisah

Memasuki fase bingung mau ngapain dalam hidup. Tak ada sesuatu yang baru dalam rutinitas. Kehidupanpun berjalan seperti apa adanya. Hari-hari terus berulang tanpa sesuatu yang baru. Sedang teman-teman sibuk menata kehidupan, aku masih duduk termenung tak tau harus berbuat apa. I'll keep trying to find what missing in my life, but I can't find it. Aku bahkan tak tau apa yang hilang, bagaimana caraku untuk mencarinya. Perlahan-lahan mereka yang dulu berjalan mulai berlari mengejar, meninggalkan aku yang masih enggan berdiri. Bukan, bukan mereka yang meninggalkanku, tapi aku yang mematikan langkah. I still looking for a missing part of mine.

Berpura-pura sepertinya sudah menjadi bagian dalam jiwaku. What other see is what I want to show, not who really am. I use many masks just to hide what inside me. Pain, struggle, worthless. Aku merasa kosong. Aku sedang mencoba bersahabat dengan luka. There's a hole in my whole life, I spend time to cover it, never realize I must fix it not hide it.

Jumat, 19 Juni 2015

Selamat Jalan Kawan

Perkara usia, ia lah misteri yg tak bisa terpecahkan oleh manusia. Bila sudah kehendak Yang Maha Kuasa maka apalagi yg kita bisa lakukan selain selalu berusaha dan berdoa.

Selamat jalan Tri Handayani, teman sekelas seperjuangan di akuntansi, maafkan kami yang terkadang terlalu berlebihan bercanda sehingga menyinggung perasaanmu. Semoga engkau tenang disana.

Kau pergi di hari yang suci di bulan yang suci, engkau orang baik, engkau orang baik, engkau orang baik, semoga engkau mendapat tempat terbaik di sisiNya.

21 Juli 1994 - 19 Juni 2015

Senin, 15 Juni 2015

Perihal Jauh

Adakah kali ini rinai yang jatuh membawa kabar? Lama tak bersua, aku hampir kehabisan asa. Setiap tetes yang jatuh kuanggap rinduku. Setiap dingin yang menyergap kuartikan sapaanmu. Lalu kapan jarak mendekat? Tak ada yang menyampaikan kesahku. Akupun tak tau seberapa gundah kau disana. Aku berbisik pada angin, mencoba menyentuhmu dari kejauhan. Katanya waktu bergulir tanpa terasa. Tapi mengapa setiap pergerakannya terasa lama? Aku sudah lupa rasa hangat pada pelukmu. Juga tenangnya berada dalam dekapmu. Aku ingin dekat diberi jarak. Aku ingin peluk diberi pelik. Aku ingin lurus diberi liku. Jadi, kapankah bayang kita saling bertemu untuk menuntaskan rindu?

Selasa, 19 Mei 2015

Perihal Perasaan

Pada keheningan malam lirih ku bertanya, "Adakah yang menyaingi kesunyian gelap?" Lalu ia membisu. Aku menyimpulkan ia paling sunyi.

Pada kesejukan pagi perlahan ku berbisik, "Adakah yang sedingin embun?" Lama ia terdiam. Aku menyimpulkan ia paling dingin.

Pada tegarnya karang aku kembali bertanya, "Adakah yang paling kuat namun terlihat rapuh?" Ia tak menjawab. Aku menyimpulkan ia begitu.

Aku berjalan pada hari, bertanya dan menyimpulkan karena tak ada yang menjawab.

Lalu aku menemukan yang tak pernah ku lihat. Aku bertanya, "Adakah yang menyaingi kesunyian malam?" Ia menjawab "Aku". "Adakah yang mampu lebih dingin dari embun?" Ia kembali menjawab "Aku." Semakin dadaku bergejolak, kembali kutanya, "Adakah yang paling kuat namun terlihat rapuh?" Jawabannya mengejutkanku. Kini aku tak pernah bertanya pada apa lagi.

"Aku, perasaanmu."



#1day1work #Day20