Kamis, 19 September 2013

Selamat Pagi Utin

Selamat pagi dari Fakultas Ekonomi, tempat kuliahmu dulu. Pagi yang dihabiskan menunggu pesanmu titip kursi, namun tak kunjung ada. Pagi yang dihabiskan mencari motor matic unik berwarna biru antik namun tak kunjung kutemukan. Pagi yang dihabiskan melihat sekeliling untuk mencari seseorang yang menunduk bermain game di hape samsungnya, namun tak juga ku lihat.

Pagi kami masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Beberapa datang tepat waktu lalu hanya melihat tumpukan kursi tak berpenghuni, beberapa lainnya masih sama seperti dulu sengaja ditelat-telatin walaupun jarak rumah yang tak seberapa jauh. Kamu tetap datang awal kan walau jarak kampus dan tempat tinggalmu sekarang tak sejauh dulu?

Pagi kami masih diisi dengan beberapa dosen yang tak datang mengajar karena beberapa hal, atau yang cuma kasih seabrek tugas. Jika sudah seperti ini kamu pasti tau kemana arah kaki melangkah. Kantin jadi tempat paling diincar, walau sebenarnya terpaksa, karena tak ada tempat hiburan lain di kampus. Tempat menumpahkan segala kekesalan, tempat merasa menjadi manusia paling sempurna, tempatnya ribut-ribut (walaupun sebenarnya memang selalu ribut dimanapun). Tempat kuliah kamu sekarang kantinnya nyaman gak?

Pagi kami masih sama seperti pagi-pagi kemarin dan kemarinnya lagi, merencanakan segudang kegiatan. Kumpul-kumpul cantik, begitu mereka bilang. Ngerjain tugas bareng, yang berujung pada keasyikan dengar cerita. Karoke di inul vista yang jadi andalan. Makan siang dimana, cari tempat yang nyaman tapi harganya murah. Siapa lagi yang akan ulang tahun, lalu merencanakan kejutan yang sebenarnya sudah diketahui oleh yang berulang tahun. Jalan-jalan sambil foto-foto, kamera selalu stand by, gak ada yang mau ketinggalan kalau sudah acara pemotretan. Nonton DVD, acara menginap lagi, dan masih banyak rencana lainnya. Kamu pasti nanti ketemu temen baru yang bisa merencanakan lebih asyik dari kami, kan?

Pagi kami masih sama, tapi ada yang berbeda. Ada yang berkurang, ada yang hilang, ada yang janggal. Tak ada lagi yang suka ngomong sambil pakai alas bedak, tak ada lagi yang suka niupin kerudungnya biar tegak, tak ada lagi yang kadang suka badmood sendiri, tak ada lagi yang mengenalkan permainan semacam onet, tak ada lagi yang kena marah dosen pa gara-gara minta tanda tangan pas hari pertama uas, bahkan untuk lirs semester 3 juga belum ditandatangani, kan? Tak ada lagi yang nangis nelpon dosen minta balikin tugas gara-gara tugasnya tak sengaja terkumpul padahal belum selesai, tak ada lagi yang motokopikan buku paket, bawa berat-berat ke kampus, tak ada lagi kamu disini :')

Jaga diri baik-baik yaaa, rajin-rajin olahraga biar sehat, eh bukannya sekarang kamu jadi jalan kaki ya setiap hari ke kampus? Makan yang bergizi, jangan keseringan makan mie instan, meskipun anak kos. Jangan makan ayam tiren, mentang-mentang murah. Cuci piring pakai sarung tangan panjang biar tangannya ndak keriput. Jangan pulang malam-malam, jangan terlalu gaul, kami takut pulang-pulang kamu malah cari tempat dugem disini :( Belajar yang rajin yaaa seperti biasanya kita, jangan sombong kalau sudah sukses ;)

Kami senang jika kamu sudah berani mengejar mimpimu walau harus merindu setiap kali mengingat kamu.

Untuk sahabat kami, Utin Nurul Wahdania :)

Kamis, 12 September 2013

Aku Takut Suka Sama Kamu

Akhir-akhir ini kamu lebih sering menghilang. Ada yang berubah. Tapi tak tau apa. Akhir-akhir ini kamu sering bilang akan pergi. Entah kenapa, aku semakin bingung. Kamu memang ingin benar-benar menjauh atau kamu mau menyuruhku untuk menahanmu disini. Ponselku jadi lebih banyak diam dalam genggaman, masih berharap tiba-tiba kau menanyakan kabar. Padahal aku sudah menyiapkan jawaban, tapi kamu tak kunjung bertanya. Baterai poselku jadi jarang diisi, tak seperti dulu sehari bisa sampai tiga kali hanya untuk menerima telponmu, mengobrol dengan suara-suara aneh yang kita buat, mendengarkan alunan gitar yang kita mainkan, lalu masing-masing dari kita meminta komentar, bercerita tentang banyak hal, nama kita, makanan kesukaan, tenpat kenangan, memori terindah yang pernah kita punya. Aku masih ingat. Semuanya. Bagaimana kita menghabiskan waktu berdua, bercerita tentang teman kita, menertawakan masa lalu, mencoba meraba masa depan, caramu menjawab telpon, suara beratmu yang selalu buatku rindu, atau pesan-pesan yang sering kau kirim untukku. Aku tak pernah lupa. Semuanya.
Lalu ketika aku mulai merasa berbeda pada kita, kau malah menghilang. Ketika aku mulai merasa bahwa kau lah orangnya, kau tak ada. Ketika aku merasa siap, kau malah lenyap. Entah apa yang merasukimu.
Aku membuka pesan masuk di telpon genggamku. Monoton. Hanya ada nama kamu. Kubuka pesan paling terakhir yang kau kirim seminggu lalu, tak sabar aku menumpahkan rindu padamu.
Inbox-open message "Aku takut suka sama kamu, tapi kamunya enggak. Aku takut suka sama kamu karena takut mengecewakan kamu. Aku takut suka sama kamu karena takut gak bisa bahagiain kamu. Jaga diri baik-baik ya, semoga segalanya sukses. Maaf harus pergi karena aku takut suka sama kamu. Bye xox"
Bodoh! Kamu bodoh! Kalau suka kenapa mesti takut. Kalau suka tinggal bilang. Kamu pengecut! Kamu bodoh! Aku memukul-mukul kaca jendela, mencoba melihat beberapa bintang pada langit malam. Kamu bodoh! Seandainya waktu itu kamu katakan saja padaku.
Aku mengambil foto kita yg dibingkai warna coklat tua, warna kesukaanmu. Aku merasa pipiku panas, ada buliran hangat yang jatuh melewatinya. Seandainya kamu masih ada pasti kita akan lewati lebih banyak hal bersama. Jaga diri ya disana, kamu. Walau kita terpisah dimensi ruang dan waktu.

Sep 10, 2013 05:05pm

Senin, 09 September 2013

Satu Kehidupan, Kematian Bagi yang Lain

Perputaran dalam kehidupan pasti ada. Jika hari ini ada yang berbahagia karena kelahirannya, pasti ada pula yang berduka atas hilangnya kesempatan bertemu lagi dengan seseorang. Iya, ia pergi jauh..jauh hingga kita tak bisa menggapainya lagi. Jika hari ini ada yang bersuka meniup lilin-lilin ucapan selamat, maka di hari ini pula ada yang menghembuskan nafas terakhir dengan penuh perjuangan dan mungkin kesakitan. Jika hari ini ada tangis haru menerima hadiah dari seseorang yang istimewa, namun hari ini pula ada tangis pilu yang mendesing di telinga dari keluarga yang mengiringi jalannya. Jika hari ini seseorang berpesta merayakan kesempatannya menikmati hari yang semakin berkurang, ada juga yang hanya menunduk memandang liang sambil mengusap nisan dengan air mata yang harus ditahan dan keikhlasan yang awalnya dipaksa. Ada yang tetap tinggal, ada yang harus pergi. Ada yang bertahan, ada yang mencoba menahan. Namun semua awal adalah akhir. Semua pangkal akan berujung. Semua kuasa ada padaNya.

Minggu, 08 September 2013

Kita Tak Mungkin Tiga

Sedotan itu sudah berubah bentuk sejak pertama kali ia gigit. Tangannya masih menggenggam tanganku yang duduk di hadapannya. Matanya tak lepas melihat jauh ke dalam mataku, walau beberapa kali ku coba menghindar, ia tetap menjelajahi isi mataku. Sepertinya ia sudah menemukannya, semak di mataku berhasil ia singkirkan dan menemukan telaga bening yang sebentar lagi akan tumpah karena ia terus memasukkan kata-kata yang ternyata memiliki massa yang bisa menumpahkan volume air bening di mataku.
Aku masih diam tak bicara. Masih mengalihkan perhatian dengan tak melihatnya. Namun telingaku tak mau diajak kompromi. Telingaku masih setia mendengarkan setiap kata yang ia utarakan. Dari telingaku lah perlahan pelupuk mataku mulai membasah, kepalaku mulai merasakan pusing berkepanjangan, tanganku tak henti mengeluarkan keringat dingin, hatiku seperti yang sudah-sudah, selalu merasa ada yang berbeda setiap nama itu disebut.
Ia masih menggigit sedotan, jus oreo favoritnya tak mampu ia habiskan, terlalu manis di lidah, padahal pahit. Kata-katanya masih terngiang, "Kalau sekarang mungkin aku hanya bisa melepaskannya setengahnya, tak sepenuhnya. Lain ceritanya jika kamu sampaikan beberapa bulan lalu." Setengahnya. Sepenuhnya. Sesungguhnya aku tau kemana arah pembicaraan ini. Namun bukan itu yang aku maksud. Setengah, sepenuhnya atau bahkan tak sama sekali bukan hakku. Aku tak meminta itu. Bibirku masih kelu, terlalu lama terdiam ia jadi mengartikan sendiri apa yang kurasakan. Tak sepenuhnya benar, tapi sebagian besar iya. Karena kita sudah terbiasa bersama, mungkin ada bagian dari diri kita yang menyatu atau mengirimkan sinyal kepada bagian lainnya bagaimanapun caranya.
Aku terlalu lelah berkata, padahal tak sedikitpun mulutku terbuka. Otakku penuh kalimat yang daritadi mondar-mandir menunggu giliran untuk dikeluarkan. Namun tak ada satupun. Ia masih tak mengerti. Bukan karena itu, bukan karena kita menyebut satu nama lelaki yang sama dalam setiap pembicaraan. Bukan karena kau sudah dekat dengannya lantas kau bilang akan melepaskannya sepenuhnya, atau untuk sekarang, sebagiannya untukku. Bukan itu. Bukan.
Aku masih terdiam. Bahkan saat sore pun masih ada embun, di mataku dan ia masih belum sepenuhnya mengerti. Padahal kita tidak mungkin tiga.

Sep 7, 2013 11:11pm