Angin berhembus kencang menghempaskan dedaunan yang mulai rapuh. Membawanya terbang mengitari waktu yang suatau saat kan berakhir. Sementara daun yang masih bertahan dari rantingnya harus pasrah diombang-ambing oleh kekuatan angin yang tak tampak.
Sesuatu yang tak tampak, belum tentu tak ada. Angin contohnya. Bisakah kalian melihatnya? Tapi kalian percaya bukan dengan kehadirannya? Bahkan kalian menikmatinya kan?
Begitu banyak hal yang tak tampak dalam kehidupan ini, namun kita tetap dapat merasakannya. Sesuatu ada bukan hanya karena bisa dilihat oleh mata, didengar oleh telinga maupun dirasakan oleh sentuhan, tapi juga karena bisa dirasakan oleh hati.
○○○
“Kamu bisa denger suara aku kan?” Tanyanya lirih pada seseorang yang terbaring lemas dihadapannya.
“Jawab dong, kamu masih marah sama aku?” ujarnya lagi sambil sedikit terisak karena yang diajak berbicara tak memberikan respon. Perlahan buliran hangat jatuh dari ujung matanya membasahi telapak tangan yang digenggamnya.
○○○
“Ayo dong cepet, masa gitu aja kalah sama aku?” teriak seorang gadis sembari sesekali melihat ke belakang tersenyum mengejek.
“Kamu tuh curang, aku lari masa’ kamu naik sepeda,” pemuda itu mempercepat langkahnya, terlihat ia kelelahan mengatur nafasnya, sementara yang diteriaki semakin semnagat mengayuh sepeda merahnya.
Akhirnya Vita menghentikan kayuhannya dan menyandarkan sepedanya di tepi jalan. Ia pun lalu duduk di antara rerumputan yang basah oleh tetesan embun pagi. Tak lama Arga datang sambil terengah-engah duduk di samping Vita. Ia langsung merebut botol air mineral dari tangan Vita dan meminumnya hingga tetes terakhir.
Mereka berdua terdiam menikmati panorama pagi yang indah. Embun yang perlahan jatuh membasahi tanah yang kering. Udara yang masih segar dan asri. Sinar mentari yang masih muncul malu-malu diantara gumpalan awan yang begitu lembut. Tariklah nafasmu dalam-dalam dan kau pasti tak ingin menghembuskannya karena begitu segarnya pagi yang indah ini.
“Seger banget yah..” ujar Arga sambil merebahkan kepalanya di pangkuan Vita.
“Makanya sering-sering bangun pagi dong!” Vita mencubit hidung Arga beberapa saat
“Eh..ntar aku gak bisa napas tau!”
“Biariin..wekk..” ujarnya sambil menjulurkan lidahnya
“Ntar kamu pasti kangen banget kalo gak ada aku,” hening melanda beberapa saat
○○○
“Iya aku bakalan kangen banget sama kamu kalo kamu gak ada di sisi aku,” lirihnya sembari mengingat peristiwa 5 tahun silam.
“Makanya kamu harus kuat, kamu harus bertahan!” tambahnya lagi.
○○○
“Langkahkan kaki menuju hari depan. Tapakkan sampai pada impian. Jangan siakan teman seperjalanan. Bersama mendaki kehidupan.” Terdengar sepasang suara mengalun dari dalam rumah diiringi petikan gitar.
“Apabila keyakinan mulai pudar, teman kan membuatmu sadar, cari masalah hingga ke akar, dan kau kan temukan yang benar.” Kali ini suara khas Vita bergema di ruangan itu.
“Jika laut begitu luas tuk diarungi buatlah pelangi imaji tuk menyebrangi, bila bukit terlalu tinggi tuk kau daki,bangunlah lorong mimpi tuk melewati,” sambung Arga sambil memainkan gitarnya.
“Nananananana~dududududu~ sahabat selalu dihati, sahabat bersama bermimpi
Nananananana~dududududu~ sahabat tak saling menyakiti, ini tempatnya saling berbagi.”
○○○
“… Sahabat tak saling menyakiti. Ini tematnya tuk saling berbagi.. nanananana~ dududududu” terisak-isak ia menyanyikannya. Tangannya tetap menggenggam seseorang yang terbaring di ranjang.
“Sahabat itu saling berbagi. Tapi kenapa kamu tak melakukannya? Bagilah rasa sakitmu padaku jika kamu masih menganggapku sahabat.” Ia sesenggukan , tapi yang diajak bicara hanya diam seribu bahasa.
○○○
Langit kemerahan di sore itu terlihat begtu elok. Bermandikan cahaya mentari yang tak lama lagi pulang ke peraduannya. Bukan gumpalan, yang ada hanya sobekan awan yang begitu memikat. Keindahan inipun menjadi saksi bisu dua insan yang saling menutupi rasa.
“Kira-kira ada yang suka gak ya sama aku?” Tanya Arga pada Vita sembari berbaring di atas rerumputan belakang rumahnya.
“Pasti dong…kamu kan ganteng, keren, macho lagi!!!” seru Vita antusias
“Siapa?” Arga penasaran.
“Mungkin Sinta, kemarin aku ngeliatin dia taroh sesuatu di tas kamu, surat cinta kali ya, atau mungkin si Rena, abisnya setiap kamu lewat di depan dia, mata dia gak berhenti liatin kamu terus. Atau atau hmm… siapa namanya itu yang suka minjamin catatannya ke kamu padahal kamu gak minta itu, siapa, Ga?”
“Cika,” jawab Arya singkat
“Ya..ya..dia orangnya.”
“Oh” gumam Arga tak bersemangat, padahal ia mengharapkan jawaban lebih dari Vita, misalnya ketidakrelaan karena Arga berharap Vita juga menyukai dirinya seperti yang ia lakukan selama ini.
“Dan aku juga suka sama kamu, Ga..!!” batin Vita lalu mereka berdua sama-sama memandangi matahari sore di ufuk barat.
○○○
“Dan aku akan tetap mencintaimu,” tak lama dikecup keningnya lalu kembali bicara.
“Andai waktu itu aku gak…” ia tak melanjutkan kata-katanya.
○○○
“Arga…” Vita berlari mendekati Arga lalu memeluknya.
“Ya ampuuun!! Kamu makin ganteng deh, udah tiga taun kita pisah, kok kamu jahat sih gak pernah ngehubungin aku. Aku udah capek-capek nulis surat, email, kartu pos, tapi kamu gak pernah bales, jahaaaaat!!” tambahnya lagi sambil memukul manja.
“Itu biar kamu focus sekolah, tau!” jawab Arga sambil mencubit hidung Vita.
“Itu malah ngebuyarin konsentrasi aku, aku kan fokusnya nungguin balesan kamu, tapi kamu gak bales-bales..” rengek Vita manja.
"ya ya ya udahan ah betah amat di bandara, diliatin banyak orang tuh, lagian panas panas gini pake mantel!" ejek Arga sambil melepas sweater dan syal milik Vita.
○○○
"Nak, ajak saja dia bicara, dia memang tak bisa menjawab pembicaraan kamu, tapi dia bisa mendengar apa yang dikatakan dari hati uang tulus."
"I...iya, Dok."
○○○
Tak ada kenangan yang abadi. Begitu kata pepatah. Tidak selamanya kita hanya menikmati kesenangan. Ada kalanya duka datang bergantian membingkai perjalanan kita.
"Vita..udah yuk!"
"Hmm..ntar dulu deh, kita belum kesana tuh!" tunjuknya.
"Tapi ini udah malam banget."
"Namanya juga pasar malem, yah emang malem.. ayo kesana.." ia menarik tangan Arga
"Ini udah kelewat malam, ntar mama kamu nyariin," paksa Arga.
"Aku udah bilang kok tadi, ayoo dong kamu kan janji mau ngajak aku jalan seharian."
"Vita!! Cukup!! Orang orang udah pada sibuk ngeberesin ni tempat!" bentak Arga. Vita yang tak pernah melihat Arga marah haya terdiam menunduk kemudian mengikuti langkah Arga menuju parkiran mobil. Tak sepatah katapun keluar dari mulut Vita.
"Vita, maafin aku ya..aku kelepasan tadi.."
"Vita..jangan cuma diam dong, aku tuh ngejaga kepercayaan mama kamu."
"Vita..." Vita masih terus berjalan tanpa memerdulikan Arga.
"Vitaaa...!!!" Arga berteriak, namun terlambat, tubuh Vita sudah bersimbuh darah. Badannya lemas tak berdaya. Dari kepala dan bibirnya keluar cairan merah yang mengalir deras. Arga segera membopongnya kerumah sakit dengan mobilnya.
○○○
"Tidakkah kau bosan, Nak?"
"Maksudnya?"
"Tidakkah kau bosan terus duduk di sampingnya, selalu berbicara tapi ia tak pernah menanggapimu? Tidakkah kau bosan sudah hampir dua tahun kau menungguinya namun ia tak kunjung sadar?"
"Tidak ada kata bosan untuk cinta."
○○○
Bunga di dalam ruangan itupun mulai berguguran. Satu persatu serbuknya beterbangan keluar terbawa angin dari jendela. Melayang bebas layaknya narapidana baru terlepas dari kerasnya jeruji besi. Sepertinya tak hanya serbuk bunga, ada ruh yang tak terlihat juga ikut melayang. Dan saat ia benar benar terlepas tinggallah air mata yang tak henti hentinya berjatuhan. Jiwa yang tertinggal ingin menjerit tapi tercekat mendekap erat tubuh yang kini terbaring kaku dan tak berdaya. Penyesalan selalu datang terlambat, belum sempat mereka saling mengungkap rasa namun harus sudah dipisahkan oleh ruang dan waktu. Tapi manusia baru bisa belajar dari penyesalan.
Lelaki itu masih sesenggukan ditinggal kekasihnya, ia ikut terbaring bersama raga yang telah ditinggalkan ruhnya. Ia merasakan dingin dari ujung kakinya lalu menjalar disekujur tubuhnya, ada sesuatu dalam dirinya yang ingin terlepas dari raganya. ia menjerit lalu tersenyum dingin.
Angin semakin berhembus kencang dari balik daun jendela, menyusup masuk ke ruangan membawa jiwa jiwa melayang. Sepasang kekasih itu saling bergenggaman berjalan mengikuti arah cahaya.
23 oktober 2011